Selamat Datang di Website Resmi Gerakan Rakyat Anti Pemiskinan Jakarta

Jumat, 29 Agustus 2008

Konsultasi Publik Perda Perencanaan Penganggaran di DKI Jakarta

Tidak ada aturan yang tegas, APBD DKI Jakarta selalu terlambat

Hotel Millennium Jakarta. Kamis (28 Agustus 2008) Kemitraan bersama dengan Seknas FITRA menyelenggarakan Konsultasi Publik “Menggagas Perda Perencanaan Penganggaran Partisipatif dan Transparan di DKI Jakarta sebagai Hak Inisiatif DPRD”. Konsultasi publik ini sebagai tindak lanjut dari upaya masyarakat sipil di DKI Jakarta dalam mendorong aturan yang tegas mengatur alur dan tatacara perencanaan penganggaran pembangunan di DKI Jakarta.
Raperda perencanaan penganggaran ini sebelumnya juga sudah melalui proses pelibatan masyarakat sipil dan juga anggota kaukus DKI Jakarta baik melalui focus discussion maupun hiering dan sosialisasi awal pentingnya perda baik melalui penyebaran policy briefing maupun pertemuan-pertemuan dengan komunitas masyarakat di DKI Jakarta.

Hasiholan Pasaribu, Direktur Perencanaan Penganggaran Daerah Depdagri juga melihat pentingnya perda yang diusung oleh masyarakat sipil di DKI Jakarta ini. “Tata cara dalam penganggaran sangat diperlukan, sehingga apabila tatacara ini belum dimiliki oleh DKI Jakarta, maka perda menjadi sangat perlu untuk diadakan. Yang perlu diperhatikan adalah koordinasi dengan Biro Hukum Depdagri sehingga perda tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.” Demikian tanggapan dari Hasiholan Pasaribu.

Hasiholan juga menyayangkan banyaknya usulan masyarakat dalam musrenbang yang mentok di Suku Dinas (Kab/Kota). Sedangkan yang menentukan program, kegiatan dan anggaran adalah Dinas (Provinsi). Sehingga program dan kegiatan yang sampai kebawah tidak pernah sinkron.

Sementara Syamsidar Siregar dari DPRD DKI Jakarta juga melihat hal yang sama mengenai pentingnya perda ini. Perlu dijadikan evaluasi yakni pengalaman penyusunan anggaran selama ini. Sebagai contoh yakni penyususnan APBD 2008 yang melahirkan 2 versi dari Eksekutif dan Legislatif yang dikirimkan ke Depdagri. Apalagi kalau melihat karena tidak tegasnya aturan sehingga sampai saat ini APBD 2008 DKI Jakarta belum disyahkan walaupun pembahasan sudah selesai.

Syamsidar juga mengungkapkan bahwa di DPRD DKI hanya 20 orang yang memahami akuntansi keuangan, sehingga anggota yang lain praktis lebih banyak diam karena tidak memahami anggaran tersebut. Apalagi melakukan analisa terhadap APBD yang tebalnya lebih dari 2,5 Meter.

Arif Rahman, salah seorang peserta mengindikasikan adanya titipan proyek dari oknum-oknum di DPRD DKI Jakarta dengan adanya keterlambatan APBD 2008 ini. “Pembahasan sudah selesai, tapi problemnya APBD tidak segera diserahkan ke Gubernur. Sangat mungkin hal ini karena ada anggota DPRD yang nitip proyek” kata Arif.

Dari pantauan dan analisa Seknas FITRA, selama ini hanya 2-3 usulan dalam musrenbang yang diakomodir dalam program dan kegiatan. Ini bukti bahwa musrenbang selama ini tidak cukup akomodatif dalam menyuarakan kepentingan masyarakat. Bahkan disinyalir bahwa musrenbang selama ini dimonopoli oleh elit-elit baru ditingkat desa, kecamatan, kabupeten dan provinsi.
Hal ini juga menyebabkan banyak desa apatis dan tidak mau lagi menyelenggarakan musrenbang karena dianggap percuma dan tidak akan diakomodir. Banyak desa hanya menyampaikan usulan tahun sebelumnya yang belum diakomodir, dan begitu seterusnya. Apalagi dengan tidak menyelenggarakan musrenbang juga tidak kenai sanksi apapun.

Problematika Perencanaan Penganggaran di Jakarta
Beberapa hal yang menjadi problem penganggaran dan perlu diatur dalam perda antara lain: (1) Musrenbang tidak disertai pagu indikatif sehingga yang muncul adalah daftar keinginan belaka tanpa melihat kemampuan anggaran di Desa, Kecamatan, Kabupaten, dan/atau Provinsi. (2) DPRD dan Eksekutif memiliki mekanisme dan waktu yang berbeda dalam menjaring aspirasi masyarakat (jaring asmara). DPRD mempunyai Reses sedangkan Eksekutif mempunyai Musrenbang. (3) Proses pembahasan anggaran selalu molor. (4) Musrenbang hanya prosedural dan tidak substansial melibatkan warga secara massif. (5) Dana Block Grant kelurahan sama rata, tidak mempergunakan variabel kemiskinan, jumlah penduduk, maupun luas wilayah. (6) Tidak ada sanksi bagi pihak-pihak yang menghambat proses penganggaran.

Beberapa hal tersebut yang diharapkan dapat diatur melalui perda ini nantinya. Sehingga diharapkan perda ini mampu menjadi jawaban dari banyaknya persoalan proses penganggaran di DKI Jakarta.

***

 

Tidak ada komentar:

 
© 2008 free template by kangrohman modification by agungwasono